Pandangan
menuju satu arah, perlahan semakin dekat dan dekat. Tatapan lirik dari samping,
seakan semuanya tertuju padaku. kecuali dia, dia yang amat masa bodoh akan
semuanya. Tak pernah sekalipun menoleh sedikit, Membuat hati semakin penasaran.
Mungkinkah dia bisa keseriusan denganku dan kenapa yang dia lakukan itu salah.
“hallo,hallo
zita?” tak merasa tangan jovi melayang di hadapanku, ternyata melamun.
“inikah kerjaanmu. Melamun
saja.” Terdengar mulut jovi bergumam dan duduk bersantai.
“ya,
begitulah. Kadang begini mengasyikan.”
“heh.h..h,
masih saja kau melamunkan dia. Begitu agungkah dia dimatamu?” kembali lagi dan lagi, tawa kecil itu. Namun kali ini
begitu sedikit indah.
“yah, aku
tak tau jaminan keagungan itu. Tapi kiranya, jika dia amat mengena di hati.”
“sungguh terkejut mendengar
perkataanmu itu!!” dengan nada yang mungkin amat kesal.
Mungkinkah
pertanda, pertanda akan jawaban akan pertanyaanku terhadap jovi. Terkadang,
wajah jovi tak terlihat begitu marah kepadaku. Tapi masih dengan fatamorgana
yang ada.
“salahkah
ak, dan jawaban pertanyaanku dengan bijak jov??” rasa ingin lebih cepat dari
jawaban itu.
“kamu yakin dengan ini??, dan
anggaplah saja itu canda tawa kita zit.”
“tidak
bisa, katakanlah sebenarnya jov. Tolong!!”
Senyuman kecil terpancar dari
wajah jovi. Tampak tak ada suatu masalah dalam dirinya. Namun, hari ini dia
tampak tak secerah biasanya. Mungkin ada suatu yang mengusik dikepalanya.
“baiklah, kau telah memaksaku
zita. Entar sore, datanglah ke taman dekat rmah kita.” Hanya kalimat itulah
muncul dari mulut jovi, sembali meninggalkan diriku lagi.
Namun,
masih pertanyakan akan tentang jovi. Apa yang
jovi perbuat nanti. Kelak suatu saat aku tahu. Ku lirik lagi dia disana.
Tak ku rasa, lama berbicara kata dengan jovi tapi tetap saja. Dia hanya diam,
seperti kaku dan bisu. Inginku mendekat kepadanya. Tapi egoismeku pun
meningkat, gengsi mengendalikanku. Namun, hati yang sudah kaku masih berharap
akan dia yang dulu. Dulu yang selalu
membuatku bahagia bila bermain kata dengannya, dulu yang selalu tersenyum cantik
melebehi kesempurnaannya. Namun akan seperti dunia terbalik, mudahnya dia
berubah seperti ini.
“mari ke
taman zita!!” terpampang seseorang berdiri di sampingku dengan menuangkan
tangannya.
“baiklah, bentar. Aku tata
terlebih dulu buku ku.” Menghindari dari lamunan dia, seakan diri ini akan
berubah kepada Jovi.
“lebih
baik, aku tunggu di tempat parkir saja.”
“baiklah kalau begitu.”
Sedikit mempercepat
tangan tuk masukkan buku. Masih dan masih, masih ku lirik. Kenapa dia tidak
pulang. Apa yang terjadi pada dia. Ketika selesai, dank u berjalan ke luar
kelas dengan pelan. Tak rela hati meninggalkan sendiri disini. Apa yang dia
perbuat sekarang. Jika kala dia Cuma bersandiwara, baguslah dia menjadi actor. Tapi
tak terpampang wajang membohongi diri ini. Dia hanya tertunduk lesu membaca
buku yang sudah dia baca dari pagi. Bosankah dia kali ini.
“baiklah zita. Kamu harus pergi
sekarang, sudah ada menunggu disana.” Hati pun ikut bekata lagi, sungguh jika hati
ini bisa berucap. Dengan tenaga akan ku teriakan namamu melalu hati. Namun,
cukup hanya sedih dan tangis.