Kegelapan
terhempas, terhapus oleh kebahagian yang ada. Hari kemarin adalah hari yang
kelam saat ku dengan jovi, tak kupikirkan bahwa jovi bisa melakukan hal semacam
itu. Tapi beruntungnya diriku memiliki kesetiaan di dalam dirinya. Saat begitu
indah kala dia memperhatikanku, mungkinkah akan selamanya. Hanya harapan itulah
yang bisa membuat aku bahagia. Pagi hening berbaur dalam kicauan burung kecil
membangunkan diri ini untuk memulai hal baru, melupakan keadaan yang terjadi
kemarin. Diriku berpikir akan semua kejadian yang ada, akhirnya ku terbebas
dari bayang-bayang kegelisahan yang ada.
“tak dipungkiri hanya peristiwa dan kejadian
yang bisa di ingat, namun pelaku entak tau dimana.” Hanya kata
itulah yang bisa aku pikir dengan hati yang tersenyum.
“beginilah
cerita kehidupan manusia dek.” Bersuara dari belakangku.
“kak putri.??” Ternyata kak
putri dari tadi mendengar dengunganku di balkon rumah.
“semua
manusia pasti memilki kehidupankan, dengan berbagai cara mereka masing-masing
yang tau pasti arahnya. Tinggal manusia itu sendiri yang bisa menyadarinya.” Dengan
senyuman kecil manis kak putri berjalan mendekatiku.
“benar begitu kak. Aku sadar apa yang
dikatakan kakak kemaren.” Jujur hati dengan lepas.
“makanya
dek, kamu masih muda dan masih banyak lagi yang kamu alami nanti.”
“baiklah kak, terima kasih ya kak.
Atas semua yang kakak beri.”
Mungkin
diriku lebih bisa belajar kepada kak putri yang sudah mengalami hal semacam
ini. Banyak pengalaman yang akan aku gali dari kak putri sendiri, sekarang kak
putrilah menjadi penyemangat di dalam hidupku. Tanpa kak putri hidupku begitu
hampa dan sirna.
“sudah,sebaiknya
kamu keluar sudah menunggu seseorang disana.”
“sese...
orangg??” sedikit ku berfikir siapa yang menunggu. ”jangan jangan.!!” Langsung
diriku menggunakan jurus kaki seribu untuk lebih cepat ke luar rumah dan tahu
siapa yang menungguku.
Ternyata
tebakan hati ini benar, dial ah yang dari tadi menunggu di luar. Dengan nafas
yang masih terhengas-hengas.
“kenapa?”
ucap dia dengan sedikit di bumbui senyuman kecilnya itu.
ku lirik
lagi kak putri yang ada di balkon atas, diacungkanlah jempol kanan ke aku.
“tak
papa, ayo masuklah ke rumah sederhanaku.” Ku suruh dia masuk.
“rumahmu
bagus juga ya zit.” Puji dia saat memasuki rumahku, mungkin dia amat sedikit
mengejek rumahku, karena hanya rumah sebesar lapangan sepakbola aja di huni
Cuma 3 orang dan satu pembantu.
“bisa
aja kamu gas.” Dengan tersenyum kecil melihat wajah kagum si dia.
“bisakah,
rumah sebesar gedung ini aku gunakan sebagai lapangan bola.” Sedikit canda
terlontar dari si dia.
“hahaha, mungkin jiga diratakan dengan tanah.
Bisa juga.” Kataku menjawabnya sembari mengajak dia masuk ke dalam rumah.
“kok sepi
zit, tidak ada orang ya di rumahmu?” kembali dia terkaget melihat seisi rumah
besar tanpa orang pun.
“itukan, sudah ku bilang. Ini
hanya rumah sederhanaku, jadi yang tinggal Cuma aku, kakakku, ibuku, dan satu
pembantu.”
“ohh, Cuma
kalian. Terus kemana kakakmu dan ibu kamu sekarang?”kembali dia bertanya,
berlagak sedikit kepo.
“kakakku diatas, mau aku
panggilkan.” Dia kesal ku jawab, kenapa yang di depannya gak ditanya
keadaannya, kenapa yang lain yang ditanya.
“hehe,tidak
usah. Yaudah, kayaknya kamu belum mandi ya? Mandi dulu sana ya.” Tawa dia
sembali memberitahuku supaya mandi.
“tidaklah, lagi males. Mang
kenapa kalau aku belum mandi?” ku balik menjadi bertanya.
“yaudah
kalau gak mau mandi, aku tidak jadi ajak main ya. Ku pulang sajalah.” Tawa dia
menjawab.
“udah
mandi sana zit, bau mu udah sampai sini loh.” Terdengar kak putri menjawabnya
dengan menuruni tangga.
“baik kak putri. Tunggu bentar
ya gas.” Ku jawab mereka berdua dan kembali berlari ke atas menuju kamarku
untuk segera mandi.
Terasa
pagi hari ini, seperti sudah mendapat kebahagia di hati. Tak ada lagi
penghalang kehidupanku sekarang, jovi sekarang entah dimana. Tak tahu kabar
darinya. Dirikupun seperti terlahir kembali, saat kebahagian indah lagi.