Langkah
demi langkah kaki, menuju suatu tujuan yang pasti, kecemasan dan kekhawatiran mulai
membanyangi. Apa yang disembunyikan jovi, sungguh diriku bingung saat ini.
Sangat penasaraan hati ingin mengetahui apa perkataan jovi nanti. Begitu hal
dengan keadaan seperti ini semua hal yang telah membisu dan berharap akan semua
keadaan ini. Semoga saja ini bukan kamuflase biasa. Kini semua hanya satu mulut
yang bisa menjawabnya.
Kali ini
aku sudah duduk termenung di tengah taman, menunggu kedatangan seseorang yang
tak lain adalah jovi. Namun, kali tak tampak batang hidungnya sekali pun. Awas,
jika kali ini dia berbohong.
detik jam
terus berlalu tanpa menahan waktu itu. Seakan sosok jovi nyata ada disini,
namun sampai kali ini tak satupun berdiri disini. Aku pun mulai marah saat
kejadian seperti ini. Tapi terdengar suara teriakan dari kejauhan yang agak
sulit aku lihat wajahnya.
“zziitaaaa!!!!”
dengungan keras suara terpancar dari orang itu.
Siapa orang itu kenapa dia
panggil-panggil namaku. Ternyata, semakin dekat dan dekat adalah seorang cowok
yang amat aku kenal. Jovi dengan nada suara dan hentakan nafas terhengah-hengah
membuat aku semakin bertanya.
“dari mana saja kamu, sudah
terlalu lama aku disini?” kesal diri ini akan semuanya.
“maavkan
aku, tadi diriku beli ini terlebih dulu.” Masih dengan nada henyah, jovi
sodorkan sebuah bunga yang indah.
“apa maksudnya ini??” kembali
tanya menahan fikiran ini.
“masih
saja kau tak tahu.” Tampak muka cemberut sembari duduk disampingku.
Adakah yang bisa kita dengar
dari symbol bunga ini. Kebingungan diri ini akan semuanya.
“begini
zita.” Dengan memulai menenangkan nafasnya.
“begini apa??” tanyaku seperti
orang penasaran.
“bunga ini
ku relakan bawa dengan lari-lari hanya dirimu, Cuma kamu sekarang aku tahu
zita. Mungkinkah sebuah bunga tak akan berdiri tanpa batangnya. Seperti aku tak
akan berdiri tanpa dirimu zita.” Senyuman kecil dengan tampang muka yang masih
lelah dalam suasana yang hening ini tak hilang kecemasan itu akan harapan yang
diberikan oleh jovi.
Masih ku terdiam memikirkan
semuanya, akankah ku jawab dengan iya atau tidak, dan benar atau salah.
Kemungkinan kelam masa lalu teringat disini, saat kami masih berteman dalam
canda tawa, tingkah laku jovi yang amat tak berperasangka hati, teganya dirinya
bermain dalam hati beberapa cewek yang dia masuki. Sungguh saat itu diriku tak
percaya akan semuanya. Tapi kembali teringat juga saat penyesalan jovi akan
semua tingkah lakunya itu, dengan tangis dari air matanya dia menyesalkan.
Kebingungan hati ini semakin menjadi saat merasa masih ada seorang di hati ini.
“zitaaa,bagaimanakah?? Tanya
yang membuatku terkejut.
“ehm, maav
jov. Aku gak bisa kasih tahu sekarang. Aku sulit untuk bicara seperti ini.”
“tapi zit??” dengan sedikit
memaksa hati.
“sudahlah,
jika kamu serius akan semuanya. Bersabarlah menunggu dan menahannya.” Cuma
kalimat inilah yang bisa dikata.
“baiklah zita. Akupun sudah
bilang kebenarannya.”
“sudahlah, tapi hari
ini sudah sore.” Diriku berdiri tegak. Dan berlari meninggalnya, dicucuri derai
air mataku. Ku hiraukan terikan panggilannya. Tak tahu kenapa air mataku
terpancar keras keluar. Kenapa aku menangis, akankan aku menyesal atas
penolakanku tadi. Atau sebuah ketegaan terhadap dia. Sungguh hati ini semakin
besar dan bingung akan semuanya. Ingin rasanya diriku sampai rumah dan
bercerita kembali dengan pendongeng cantik yang tak lain adalah kakakku.