Kenangan itu akan terus mengalir…
Seperti
air…
Ingatan itu akan terus terjalin dengan
setia…
Seperti abdi daun kepada pohonnya…
Aku terbaring
di tempat tidur kamarku, sudah pukul 1 malam, tetapi mata ini enggan juga terpejam.
Kenangan itu muncul lagi, tergambar jelas di ingatanku. Setiap kejadian dan
setiap canda itu mengusikku hingga aku susah tidur malam ini.
***
Siang
ini aku menunggu Putri sahabatku untuk bermain lompat tali. Tapi dia tak
kunjung datang juga, aku hampir ke
rumahnya kalau saja dia tidak
muncul dengan tali panjang yang ada di genggamannya.
“Jadi main kan, Yas ?” tanyanya padaku.
“Jadi lah, kamu lama banget, memangnya dari mana Put ?”
“Maaf ya tadi aku bantu ibuku dulu, tadi Si Bayu rewel.”
“Oh ya sudah, yuk main. Emmm, di depan rumahku saja ya
mainnya ?”
“Iya deeeeh.”
Kami berjalan beriringan menuju rumahku. Putri memang
sahabatku, kami bertetetangga walaupun rumah kami tidak bersebelahan. Dia juga
sekelas denganku, kami sering mengerjakan pr bersama,bermain bersama, berangkat
dan pulang sekolah bersama. Kita sudah seperti saudara, walaupun kadang masih
sering bertengkar. Putri itu sahabatku yang paling ceria,
rambutnya keriting sebahu, kulitnya sawo matang dan matanya lebar. Dia sangat
manis.
Di sekolah kami
mempunyai teman bernama Frista, Putri juga dekat dengannya. Putri sering bermain
di rumahnya, sedangkan aku tidak pernah.
Setiap aku meminta ijin kepada Ibu untuk bermain dirumah Frista, Ibu tidak
mengijinkannya. Selain rumahnya yang jauh, juga harus menyeberang jalan raya.
“Yas, Put, nanti main ke rumahku ya ?” pinta Frista waktu
kami jajan bersama di kantin sekolah.
“Wah, aku mau Fris, nanti kita main petak umpet saja ya.
Oh iya Yas, kamu ikut ya, seru loh, kamu kan belum pernah kesana. Mau ya ?”
“Aku sebenarnya ingin sekali Put, tapi kan kamu tahu, aku
tidak boleh main kesana. Maaf ya Put, Fris ?”
“Ya sudah kalau gitu, nggak apa-apa kok Yas.” kata Frista
dan Putri sambil tersenyum.
***
Keesokan harinya Putri tidak masuk sekolah, surat ijinnya
dititipkan padaku waktu aku lewat di depan rumah Putri.
“Putri kok nggak masuk kenapa Tante ?” tanyaku pada Ibu
Putri.
“Sakit Yas, kemarin jatuh waktu bermain di rumah Frista.
Tolong berikan suratnya pada Ibu Larsi ya Yas !”
“Iya tante, nanti saya berikan.”
Pulang sekolah aku mampir ke rumah Putri untuk meminjamkan
catatanku, Putri sudah agak baikan. Luka di kakinya memang cukup besar, merah
dan sepertinya sakit sekali. Setelah selesai aku berpamitan dan pulang ke
rumah.
Tiga hari Putri tidak masuk sekolah, teman sekelas
menengok Putri. Kami berangkat bersama sepulang sekolah. Dalam hati aku heran,
kenapa hanya jatuh seperti itu Putri bisa sampai sakit dan tidak bisa masuk
sekolah.
“Putri sudah dibawa ke dokter belum, Bu ?” tanya Ibu Larsi kepada Ibu Putri.
“Sudah Bu, kata dokter ini cuma luka biasa kok.”
“Oh, begitu ya Bu. Semoga Putri cepat sembuh dan bisa
sekolah lagi.”
”Iya Bu, terimakasih.”
Waktu berjalan cepat dan tidak terasa akan segera test
kenaikan kelas. Tapi Putri masih sakit, aku sangat sedih. Putri sudah dibawa
berobat berkali-kali, bahkan sudah dibawa ke pengobatan tradisional. Banyak
yang bilang Putri juga sampai dicarikan orang pintar. Tetapi, tidak ada hasilnya.
Putri jatuh di atas kuburan di samping rumah Frista yang sudah rata dengan
tanah, hal ini dihubungkan oleh hal-hal mistis yang tidak bisa aku tangkap dengan
logikaku.
Aku sangat sedih dan merasa iba, bagaimana Putri bisa
naik ke kelas 5 kalau test saja dia tidak mengikuti. Dia
anak yang pandai, bahkan lebih pandai daripada aku. Aku hanya bisa berdoa dan menjenguknya. Keadaan Putri
semakin memprihatinkan, pendengarannya berkurang dan seperti orang yang tidak
mengerti apa-apa. Tubuh nya semakin kurus karena tidak mau makan, hanya dari saluran infuslah dia bertahan.
“Yas, katanya Putri sakit kanker otak ya ?” kata Ibu
padaku sepulang sekolah.
“Loh Bu, siapa yang bilang ?”
“Kata Budhe Harsi tadi, tapi Ibu juga tidak tahu secara
pasti” jawab Ibu sambil menyiapkan makan.
Hatiku dag dig dug mendengarnya, ya Allah kenapa bisa sampai seperti itu. Putri sepertinya tidak mempunyai kanker
otak. Sembuhkanlah Putri ya Allah, pintaku dalam hati.
***
Suatu malam, pintu rumahku diketuk oleh seseorang.
Setelah pintu dibuka oleh Bapak ku, ternyata Mas Mul, saudara Putri yang
datang. Ada apakah gerangan, tanyaku dalam hati. Setelah Mas Mul pulang, Bapak masuk
ke ruang keluarga.
“Putri meninggal.” Bapak berkata sambil memandangku.
“Innalilahi wa ina ilaihi raji’un.” jawab Ibu, aku dan
kakak ku.
Badanku lemas seketika, aku menangis. Semua
ini terasa begitu cepat bagiku, semua ini sangat khayal bagiku.
***
Aku
yakin pasti Allah mempunyai rencana lain. Akan aku simpan ceritaku bersamamu
sebagai kenangan indah. Selamat jalan, Putri. Jangan
nakal disana ya Put, bisikku dalam hati. Kini aku mulai memejamkan mata setelah
berdoa, kenangan itu pudar berganti bunga tidur yang sangat indah, ada Putri
disana. . .