Aku duduk termenung, membayangkan
peristiwa 1 tahun yang lalu. Sebuah peristiwa yang menjadikanku hanya mempunyai
satu tangan. Takdir dari Allah yang memang harus aku terima, walaupun pahit dan
sempat membuatku patah semangat. Tapi, pasti ada selalu ada hikmah dari setiap
peristiwa yang kita alami.
***
Pagi itu tanpa pamit ibu aku
berangkat ke sekolah, kemarin aku bertengkar lagi dengan ibu. Aku tahu ibu
hanya berusaha menasihatiku agar jangan membolos lagi, tapi aku hanya
mengiyakan dengan kesal.
“Ibu malu Tis pada wali kelasmu,
sudah 4 kali ini ibu dipanggil ke sekolah. Kamu pasti tau kan Tis apa
alasannya? Kamu terlalu sering membolos sekolah, ibu tau kamu pamit sekolah
tapi kamu tidak ke sekolah kan?” tanya ibu tadi malam.
“Ibu, Titis cuma bosen kalau setiap
hari otak Titis dijejali rumus-rumus enggak penting itu Bu, Titis capek! Kalau
saja Titis boleh memilih Titis nggak mau sekolah lagi” jawabku ketus tanpa
memandang wajah ibu.
Ibu seorang single parent. Kami ditinggal
ayah 1 tahun yang lalu, kecelakaan kerja membuat ayah harus meninggalkan kami
untuk selamanya. Sejak saat itu pula sikapku jadi lain, aku jadi sering
membolos sekolah, aku seperti kehilangan semangat untuk mencoba mencerna
palajaran yang diberikan di sekolah walaupun aku baru kelas X sekarang. Ibu
kini membuka jasa jahit untuk menghidupi kami, ibu jarang istirahat, kasian
ibu. Tapi sepertinya sikapku ini malah semakin membuat ibuku menderita dan
sakit hati. Untung ibu orang yang sangat sabar.
Dulu aku sangat dekat dengan ayah,
ayah motivasi dan semangatku. Tapi aku memang belum bisa berfikir dewasa, aku
melupakan peran ibuku sendiri yang tentu juga sangat menyayangiku dan
menginginkan semua yang terbaik untukku.
Kupacu motor matic ku dengan
kecepatan penuh, semua nasihat ibu hanya membuat dadaku semakin sesak dan membuatku
tidak berkonsentrasi dalam berkendara. Hari ini kuputuskan membolos lagi.
Warnet dekat sekolah kupilih sebagai tempatku membolos hari ini, ingin
kucurahkan semua isi hati lewat blog ku. Tapi saat aku menyeberang jalan sebuah
mobil melaju dengan cepat, hatiku yang kalut dan kecepatan tinggi motorku
membuat aku tidak bisa mengendalikan motorku. Aku menabrak mobil itu. Terpental
ke sisi jalan. Lalu gelap dan aku tidak ingat apa-apa lagi.
***
“Ibu.
. . . “
“Titis,
Alhamdulillah nak kamu sudah sadar, sekarang Titis jangan banyak bergerak dulu
ya. Ini Titis di rumah sakit.” Ibu menjawabku dengan menangis.
Aku menyadari ada yang ganjal di
tubuhku, ada yang tidak seperti biasanya.
“Ibu. . .tangan Titis kemana bu yang
kiri?” aku menangis terisak setelah menyadari tanganku yang kiri tidak lagi
menjadi milikku.
“Titis harus sabar ya nak, Titis
harus tetap semangat, ini bukan akhir segalanya nak.” Ibu menasihatiku sambil
terus menangis tabah.
“Apa ibu masih sayang sama Titis
walaupun tangan Titis tinggal satu bu ?” tanyaku dengan tatapan takut.
“Titis ngomong apa ? ya ibu tetep sayang
sama Titis apapun yang terjadi. Titis kebanggaan ibu, anak ibu yang paling
pintar dan paling nurut.” Jawab ibu sambil tersenyum bijaksana.
“Ibu maafkan Titis ya bu, mungkin ini
teguran dari Allah buat Titis, supaya Titis nurut sama ibu, supaya Titis jadi
anak yang bisa Ibu banggakan. Titis janji bu Titis gak mbolos lagi, Titis mau
belajar sungguh-sungguh bu.” Ucapku mantap.
Ibu hanya mengangguk dan menangis.
Ibu menggenggam tangan kananku erat.
***
Aku tersadar dari lamunanku, aku ingat harus
mengantar baju pesanan yang dijahit ibu ke tetanggaku. Sekarang aku bukan Titis
yang dulu, yang tidak bisa menghargai jasa ibu. Aku Titis yang baru, penuh
semangat, motivasi dan kasih sayang pada ibu.
ko merinding ya bacanya?
BalasHapusmungkin terlalu serius membacanya.=))
Hapus